Senin, 25 September 2017

MAKALAH









DISUSUN OLEH
Nama: Rodiyatul Fili
NPM: 1503004



Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan
Tunas Palapa
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah  ini. Dan juga saya berterima kasih pada Ibu Hesti Wahyuningsih S.Pd, M.Pd  selaku Dosen yang telah memberikan tugas ini.
saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan laporan yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.



DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................
Kata pengantar........................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................
Pendahuluan............................................................................................
A.   Latar Belakang...............................................................................
B.   Rumusan masalah..........................................................................
C.   Tujuan ...........................................................................................
Pembahasan.............................................................................................
D.   Analisis Berita 1............................................................................
E.    Analisis Berita 2............................................................................
Penutup...................................................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................................



PEMBAHASAN
1.     Berita 1

Harga Eceran Tertinggi (HET) mulai efektif diberlakukan untuk beras kualitas medium dan juga premium. Namun, para pedagang mengeluhkan bahwa penerapan HET ini dirasa kurang realistis.
Hal ini sampaikan oleh Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri yang mengatakan, HET sulit untuk diimplementasikan karena harga yang ditetapkan dinilai tidak rasional. Untuk beras medium saja, kata dia, ada banyak macam dengan beragam harga.
“Ada yang harga paling murah di kisaran Rp9.000 per kg, ada yang di atas HET,” terang Abdullah seperti dilansir dari Republika (18/9).
Meski banyak pro dan kontra, sejumlah pedagang beras bahkan dengan tegas menyatakan setuju dengan penerapan HET. Para pedagang merasa bahwa pemerintah pasti memiliki tujuan baik guna menekan agar tidak ada spekulan beras.
Selain itu, pihaknya setuju dengan keberadaan HET. Hanya saja, ia mengatakan, penetapan harga memberatkan dan sulit untuk dipraktikkan di lapangan.
“Ini harus realistis,” tuturnya.
Menurut Abdullah, pedagang tidak mungkin menjual rugi. Untuk jenis medium saja, rata-rata di pasar masih menjual di angka Rp10.000 per kg. Hal itu dikarenakan para pedagang menerima beras dari pengepul dengan harga Rp9.700 per kg.
“Kan nggak mungkin kita jual Rp9.450 per kg,” tambahnya.
Padahal, beras yang dijual di pasaran tidak membedakan antara jenis medium ataupun premium semata.
Bahkan Abdullah mengakui, konsumen rata-rata menginginkan beras dengan kualitas tidak buruk, tapi dengan harga tidak tinggi. Hal tersebut pun membuat pedagang melakukan pengoplosan (pencampuran) guna memenuhi keinginan konsumen.
Penetapan HET ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017. Pada peraturan tersebut, HET beras untuk medium dan premium dibedakan berdasarkan wilayah. Untuk Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan, HET dipatok Rp9.450 per kg untuk beras medium dan Rp12.800 untuk beras kelas premium.










2.      Berita 2



Sawah di Rancaekek yang dicemari limbah pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha

Di tengah kesulitan warga ini, pemerintah daerah  bukan mencari solusi memperbaiki lingkungan malah menilai sawah tak produktif maka lebih baik menjadikan kawasan industri. Hal ini seperti dilontarkan Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar, beberapa waktu lalu. Dia berwacana membuat kawasan industri di Rancaekek, Bandung Timur. Dedi mengatakan, lahan pertanian Rancaekek sudah kritis dan tak produktif.
Para petani Rancaekek pun protes dengan rencana itu,  terlebih kerusakan lahan pertanian selama ini dampak industri yang ada.
Nandang Supriyatna, warga Dusun Nyalindung, Desa Linggar Rancaekek mengatakan, sebaiknya pemerintah fokus mengatasi pencemaran limbah tekstil daripada mewacanakan pembangunan kawasan industri baru.
“Kami tidak setuju jual tanah ke pabrik. Masyarakat menggantungkan hidup dari sawah. Kalau kerja di pabrik susah. Apalagi sudah tua. Yang masih muda saja harus nyogok dulu,” katanya.
Dia mencontohkan, keadaan saat ini, di pabrik tekstil PT Kahatex, pekerja justru mayoritas pendatang. Limbah dibuang mencemari lahan pertanian hingga rusak parah. “Biasa satu tumbak bisa menghasilkan 10 kg padi. Sekarang paling empat kg. Kualitas padi juga tak bagus,” kata Darma, warga lain.
Darma memperlihatkan, padi dari sawah miliknya. Bulir padi tampak lebih kecil dan warna lebih hitam. Tidak kuning cerah seperti kebanyakan padi. Hal ini, katanya, berimbas pada harga jual. Padi kualitas bagus Rp700.00 per kuintal. Karena kualitas buruk, hanya Rp350.000 per kuintal.
“Rasa nasi kaya’ makan jagung atau sagon. Air disini juga jadi keruh. Kulit jadi gatal. Untuk minum dan masak harus beli.”
Menurut penelitian Greenpeace Asia Tenggara dan Walhi Jabar 2012, sawah tercemar seluas 1.215 hektar, ditambah 727 hektar saat banjir. Hal ini menyebabkan produktivitas sawah menurun 1-1,5 ton per hektar tiap musim. Kerugian mencapai Rp3,65 miliar per tahun.
“Wacana pemerintah mengalihfungsikan dan membeli lahan produktif yang terpapar limbang B3 di Rancaekek merupakan langkah tidak tepat. Karena hanya akan mengalihkan dan menambah masalah,” kata Ketua Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), Adi M Yadi.
Pawapeling mulai mengadvokasi warga Rancaekek sejak 2007. Mereka berusaha membantu memulihkan kembali lahan pertanian warga.
Selama ini,  pemerintah terkesan membiarkan masalah terjadi berlarut-larut. Seharusnya,  ada upaya penegakan hukum dan solusi permanen.
“Alihfungsi sawah menjadi kawasan industri bukan solusi. Ini tidak sesuai semangat pemerintah ingin mewujudkan swasembada pangan.”
Upaya penyuburan lahan
Pawapeling melakukan bio remediasi di sawah milik masyarakat yang terpapar limbah. Lahan seluas 1.400 meter persegi di Desa Bojongloa jadi percontohan.
“Melalui bio remediasi, kami mencoba memulihkan kembali kontur tanah dari logam berat. Sebelum cocok tanam, sebar kotoran hewan sapi dan kamping selama satu hari. Lalu ditraktor dan diberi pupuk cair  organik hasil olahan kita.”
Proyek percontohan sudah berjalan dua setengah bulan. Secara fisik dan kontur tanah ada perubahan. Tanah yang keras, jadi lentur dan mulai subur. Ke depan, proyek ini akan disebarkan ke tiga desa lain, yakni Sukamulya, Jelegong dan Linggar.
“Secara bertahap. Kita juga ukur kemampuan, jadi gak bisa serentak. Ini kegiatan sosial murni. Kita juga siapkan punyuluhan dan pendampingan sampai petani bisa mandiri,” katanya.
Sawah hancur dan rusak parah terkena limbah dari pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha
Bio remediasi, katanya, jadi solusi mengatasi lahan sawah yang rusak. Ini jauh lebih ampuh dibandingkan mengalihfungsikan sawah untuk industri.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan mengatakan, alihfungsi lahan pertanian di Rancaekek menjadi kawasan industri hanya menguntungkan pengusaha besar.”Tanah dijual murah ke perusahaan. Ini mengancam petani. Alihfungsi akan sebabkan perpindahan bajir ke daerah lain.”
Dadan mengatakan, lahan pertanian di Rancaekek sebenarnya produktif, hanya tercemar limbah industri. Untuk itu, harus dituntaskan penanganan pencemaran. “Bukan malah mewacanakan alihfungsi kawasan.”
Seharusnya, katanya,  upaya penegakan hukum berjalan. “Proses ganti rugi juga pemulihan lingkungan. Hingga efek jera bagi perusahaan pencemar lingkungan.”
Dodo Sambodo, Asdep Pengaduan dan Penanganan Kasus Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pernyataan wagub tidak tepat.
“Wagub harusnya berikan kepercayaan struktural ke bawah. Karena ada mekanisme perencanaan pembangunan daerah melalui musrembangda. Dari tiap desa berikan masukan. Jangan tiba-tiba bilang tata ruang mau diubah.”
Alihfungsi lahan pertanian Rancaekek menjadi kawasan industri, katanya,  akan berdampak ancaman stok pangan di Jabar.
“Harusnya Wagub lihat contoh yang dilakulan Pawapeling. Lahan itu dengan proses bioremediasi bisa diperbaiki.”
Solusi menyeluruh
Dodo mengatakan, mengatasi persoalan Rancaekek,  tidak bisa dilihat dari sisi pencemaran. Masalah dari hulu sampai ke hilir harus diperhatikan dan diselesaikan.
“Untuk kasus Kahatex, di KLHK ada perencanaan jangka panjang menengah. Kami bagi perencanaan ini atas kesepakatan pusat dan daerah.”
Dia menolak anggapan jika penyelesaian pencemaran air Kahatex mandek. “Proses terus berjalan meski lamban.”
Menurut dia, mempertemukan berbagai pihak antara pusat dan daerah tidak bisa cepat.  “Ada proses terus dibangun dan tidak mudah. Masalah pencemaran antara pusat dan daerah saja selalu ada tumpang tindih wewenang.”
Saat ini, Kahatex sudah mau investasi perbaikan manajemen,  seperti perbaikan alat dan membangun IPAL.
“Sudah mulai dipasang. Nanti tidak ada lagi pencemaran. Tanggung jawab KLHK saat alat tidak dipasang, ada upaya penegakan hukum dan administrasi.”
Bagian lain, menangani masyarakat terdampak, paparan pencemaran dan peroses perhitungan ganti rugi.



1.      Analisis artikel 1
Solusi dari permasalahan petani
Harga beras yang mahal terjadi karena produksi beras menurun. Mengapa bisa menurun? Cuaca yang ekstrim, mahalnya pupuk dan banyak nya hama. Faktor itu yang menyebabkan harga beras mahal. Beras yang diproduksi tidak memiliki kualitas yang bagus dan tidak banyak yang dihasilkan padi.
Petani bisa gulung tikar dan produksi beras semakin menurun. Di pasar, beras bisa dijual dengan harga yang mahal. Kalaupun beras yang murah pasti kualitas nya tidaklah bagus.
Oleh karena itu, petani harus pandai memfaatkan keadaan alam. Petani juga bisa memanfaatkan pupuk organik dan kesuburan tanah yang ada di daerah petani tersebut.
Pemerintah juga harusnya tegas dan memperhatikan keluhan petani, karena beras merupakan bahan pokok yang di konsumsi masyarakat indonesia. Agar produksi beras meningkat dengan kualitas yang baik dan tidak menerima impor dari luar negeri.



2.      Analisis artikel 2
Solusi dari permasalahan petani
Sawah yang dicemari limbah pabrik tekstil akan berdampak buruk untuk kelangsungan lingkungan di daerah tersebut. Limbah tersebut bisa merusak ekosistem sawah, mematikan lahan untuk petani dan sekaligus mematikan mata pencaharian petani.
Seharusnya pemerintah tegas memperbaiki sawah yang ada di Rancaekek dan tidak membuat wacana untuk didirikan perusahaan di lahan itu. Karena di Bandung merupakan kota yang berdiri bangunan megah dan sedikit lahan yang memiliki ekosistem sawah di kota. Harusnya pemerintah mendukung dan membantu menghidupkan lahan tersebut.
Agar petani bisa bekerja dan menanam padi . Dengan begitu, produksi beras di kota bandung mengalami peningkatan dan kualitasnya semakin baik.



DAFTAR PUSTAKA
Sumber: https://www.pertanianku.com/pedagang-keluhkan-het-sulit-diterapkan/
Sumber : http://mongabaydotong.wpengine.com/wp-content/uploads/2015/04/sawah1-yang-dicemari-limbah-PT-Kahatex.jpg


Tidak ada komentar:

Posting Komentar