MAKALAH
DISUSUN
OLEH
Nama:
Rodiyatul Fili
NPM:
1503004
Sekolah
Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan
Tunas
Palapa
2016/2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Dan juga saya berterima kasih pada Ibu Hesti Wahyuningsih S.Pd,
M.Pd selaku Dosen yang telah memberikan
tugas ini.
saya juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
laporan yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga laporan sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
DAFTAR
ISI
Halaman Judul.........................................................................................
Kata pengantar........................................................................................
Daftar Isi.................................................................................................
Pendahuluan............................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan masalah..........................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................
Pembahasan.............................................................................................
D. Analisis Berita 1............................................................................
E. Analisis Berita 2............................................................................
Penutup...................................................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................................
PEMBAHASAN
1. Berita
1
Harga Eceran Tertinggi (HET) mulai efektif diberlakukan
untuk beras kualitas medium dan juga premium. Namun, para pedagang mengeluhkan
bahwa penerapan HET ini dirasa kurang realistis.
Hal ini sampaikan oleh Ketua Ikatan Pedagang Pasar
Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri yang mengatakan, HET sulit untuk
diimplementasikan karena harga yang ditetapkan dinilai tidak rasional. Untuk
beras medium saja, kata dia, ada banyak macam dengan beragam harga.
“Ada yang harga paling murah di kisaran Rp9.000 per kg,
ada yang di atas HET,” terang Abdullah seperti dilansir dari Republika (18/9).
Meski banyak pro dan kontra, sejumlah pedagang beras
bahkan dengan tegas menyatakan setuju dengan penerapan HET. Para pedagang
merasa bahwa pemerintah pasti memiliki tujuan baik guna menekan agar tidak ada
spekulan beras.
Selain itu, pihaknya setuju dengan keberadaan HET. Hanya
saja, ia mengatakan, penetapan harga memberatkan dan sulit untuk dipraktikkan
di lapangan.
“Ini harus realistis,” tuturnya.
Menurut Abdullah, pedagang tidak mungkin menjual rugi.
Untuk jenis medium saja, rata-rata di pasar masih menjual di angka Rp10.000 per
kg. Hal itu dikarenakan para pedagang menerima beras dari pengepul dengan harga
Rp9.700 per kg.
“Kan nggak mungkin kita jual Rp9.450 per kg,” tambahnya.
Padahal, beras yang dijual di pasaran tidak membedakan
antara jenis medium ataupun premium semata.
Bahkan Abdullah mengakui, konsumen rata-rata menginginkan
beras dengan kualitas tidak buruk, tapi dengan harga tidak tinggi. Hal tersebut
pun membuat pedagang melakukan pengoplosan (pencampuran) guna memenuhi
keinginan konsumen.
Penetapan HET ini tertuang dalam Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017. Pada peraturan tersebut, HET beras
untuk medium dan premium dibedakan berdasarkan wilayah. Untuk Jawa, Lampung dan
Sumatera Selatan, HET dipatok Rp9.450 per kg untuk beras medium dan Rp12.800
untuk beras kelas premium.
2.
Berita
2
Sawah di
Rancaekek yang dicemari limbah pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha
Di tengah kesulitan warga ini, pemerintah
daerah bukan mencari solusi memperbaiki lingkungan malah menilai sawah
tak produktif maka lebih baik menjadikan kawasan industri. Hal ini seperti
dilontarkan Wakil Gubernur Jabar, Deddy Mizwar, beberapa waktu lalu. Dia berwacana
membuat kawasan industri di Rancaekek, Bandung Timur. Dedi mengatakan, lahan
pertanian Rancaekek sudah kritis dan tak produktif.
Para petani Rancaekek pun protes dengan rencana
itu, terlebih kerusakan lahan pertanian selama ini dampak industri yang
ada.
Nandang Supriyatna, warga Dusun Nyalindung, Desa
Linggar Rancaekek mengatakan, sebaiknya pemerintah fokus mengatasi pencemaran
limbah tekstil daripada mewacanakan pembangunan kawasan industri baru.
“Kami tidak setuju jual tanah ke pabrik. Masyarakat
menggantungkan hidup dari sawah. Kalau kerja di pabrik susah. Apalagi sudah
tua. Yang masih muda saja harus nyogok dulu,” katanya.
Dia mencontohkan, keadaan saat ini, di pabrik
tekstil PT Kahatex, pekerja justru mayoritas pendatang. Limbah dibuang mencemari
lahan pertanian hingga rusak parah. “Biasa satu tumbak bisa menghasilkan 10 kg
padi. Sekarang paling empat kg. Kualitas padi juga tak bagus,” kata Darma,
warga lain.
Darma memperlihatkan, padi dari sawah miliknya.
Bulir padi tampak lebih kecil dan warna lebih hitam. Tidak kuning cerah seperti
kebanyakan padi. Hal ini, katanya, berimbas pada harga jual. Padi kualitas
bagus Rp700.00 per kuintal. Karena kualitas buruk, hanya Rp350.000 per kuintal.
“Rasa nasi kaya’ makan jagung atau sagon. Air
disini juga jadi keruh. Kulit jadi gatal. Untuk minum dan masak harus beli.”
Menurut penelitian Greenpeace Asia Tenggara dan
Walhi Jabar 2012, sawah tercemar seluas 1.215 hektar, ditambah 727 hektar saat
banjir. Hal ini menyebabkan produktivitas sawah menurun 1-1,5 ton per hektar
tiap musim. Kerugian mencapai Rp3,65 miliar per tahun.
“Wacana pemerintah mengalihfungsikan dan membeli
lahan produktif yang terpapar limbang B3 di Rancaekek merupakan langkah tidak
tepat. Karena hanya akan mengalihkan dan menambah masalah,” kata Ketua
Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), Adi M Yadi.
Pawapeling mulai mengadvokasi warga Rancaekek sejak
2007. Mereka berusaha membantu memulihkan kembali lahan pertanian warga.
Selama ini, pemerintah terkesan membiarkan
masalah terjadi berlarut-larut. Seharusnya, ada upaya penegakan hukum dan
solusi permanen.
“Alihfungsi sawah menjadi kawasan industri bukan
solusi. Ini tidak sesuai semangat pemerintah ingin mewujudkan swasembada
pangan.”
Upaya penyuburan lahan
Pawapeling melakukan bio remediasi di sawah milik
masyarakat yang terpapar limbah. Lahan seluas 1.400 meter persegi di Desa
Bojongloa jadi percontohan.
“Melalui bio remediasi, kami mencoba memulihkan
kembali kontur tanah dari logam berat. Sebelum cocok tanam, sebar kotoran hewan
sapi dan kamping selama satu hari. Lalu ditraktor dan diberi pupuk cair
organik hasil olahan kita.”
Proyek percontohan sudah berjalan dua setengah
bulan. Secara fisik dan kontur tanah ada perubahan. Tanah yang keras, jadi
lentur dan mulai subur. Ke depan, proyek ini akan disebarkan ke tiga desa lain,
yakni Sukamulya, Jelegong dan Linggar.
“Secara bertahap. Kita juga ukur kemampuan,
jadi gak bisa serentak. Ini kegiatan sosial murni. Kita
juga siapkan punyuluhan dan pendampingan sampai petani bisa mandiri,” katanya.
Sawah hancur dan rusak parah terkena limbah dari
pabrik tekstil. Foto: Indra Nugraha
Bio remediasi, katanya, jadi solusi mengatasi lahan
sawah yang rusak. Ini jauh lebih ampuh dibandingkan mengalihfungsikan sawah
untuk industri.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan
mengatakan, alihfungsi lahan pertanian di Rancaekek menjadi kawasan industri
hanya menguntungkan pengusaha besar.”Tanah dijual murah ke perusahaan. Ini
mengancam petani. Alihfungsi akan sebabkan perpindahan bajir ke daerah lain.”
Dadan mengatakan, lahan pertanian di Rancaekek
sebenarnya produktif, hanya tercemar limbah industri. Untuk itu, harus
dituntaskan penanganan pencemaran. “Bukan malah mewacanakan alihfungsi
kawasan.”
Seharusnya, katanya, upaya penegakan hukum
berjalan. “Proses ganti rugi juga pemulihan lingkungan. Hingga efek jera bagi
perusahaan pencemar lingkungan.”
Dodo Sambodo, Asdep Pengaduan dan Penanganan Kasus
Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pernyataan
wagub tidak tepat.
“Wagub harusnya berikan kepercayaan struktural ke
bawah. Karena ada mekanisme perencanaan pembangunan daerah melalui
musrembangda. Dari tiap desa berikan masukan. Jangan tiba-tiba bilang tata
ruang mau diubah.”
Alihfungsi lahan pertanian Rancaekek menjadi
kawasan industri, katanya, akan berdampak ancaman stok pangan di Jabar.
“Harusnya Wagub lihat contoh yang dilakulan
Pawapeling. Lahan itu dengan proses bioremediasi bisa diperbaiki.”
Solusi menyeluruh
Dodo mengatakan, mengatasi persoalan Rancaekek,
tidak bisa dilihat dari sisi pencemaran. Masalah dari hulu sampai ke
hilir harus diperhatikan dan diselesaikan.
“Untuk kasus Kahatex, di KLHK ada perencanaan
jangka panjang menengah. Kami bagi perencanaan ini atas kesepakatan pusat dan
daerah.”
Dia menolak anggapan jika penyelesaian pencemaran
air Kahatex mandek. “Proses terus berjalan meski lamban.”
Menurut dia, mempertemukan berbagai pihak antara
pusat dan daerah tidak bisa cepat. “Ada proses terus dibangun dan tidak
mudah. Masalah pencemaran antara pusat dan daerah saja selalu ada tumpang
tindih wewenang.”
Saat ini, Kahatex sudah mau investasi perbaikan
manajemen, seperti perbaikan alat dan membangun IPAL.
“Sudah mulai dipasang. Nanti tidak ada lagi
pencemaran. Tanggung jawab KLHK saat alat tidak dipasang, ada upaya penegakan
hukum dan administrasi.”
Bagian lain, menangani masyarakat terdampak,
paparan pencemaran dan peroses perhitungan ganti rugi.
1.
Analisis
artikel 1
Solusi dari
permasalahan petani
Harga
beras yang mahal terjadi karena produksi beras menurun. Mengapa bisa menurun?
Cuaca yang ekstrim, mahalnya pupuk dan banyak nya hama. Faktor itu yang
menyebabkan harga beras mahal. Beras yang diproduksi tidak memiliki kualitas
yang bagus dan tidak banyak yang dihasilkan padi.
Petani
bisa gulung tikar dan produksi beras semakin menurun. Di pasar, beras bisa
dijual dengan harga yang mahal. Kalaupun beras yang murah pasti kualitas nya
tidaklah bagus.
Oleh
karena itu, petani harus pandai memfaatkan keadaan alam. Petani juga bisa
memanfaatkan pupuk organik dan kesuburan tanah yang ada di daerah petani
tersebut.
Pemerintah
juga harusnya tegas dan memperhatikan keluhan petani, karena beras merupakan
bahan pokok yang di konsumsi masyarakat indonesia. Agar produksi beras
meningkat dengan kualitas yang baik dan tidak menerima impor dari luar negeri.
2.
Analisis
artikel 2
Solusi
dari permasalahan petani
Sawah yang dicemari
limbah pabrik tekstil akan berdampak buruk untuk kelangsungan lingkungan di
daerah tersebut. Limbah tersebut bisa merusak ekosistem sawah, mematikan lahan
untuk petani dan sekaligus mematikan mata pencaharian petani.
Seharusnya pemerintah
tegas memperbaiki sawah yang ada di Rancaekek dan tidak membuat wacana untuk
didirikan perusahaan di lahan itu. Karena di Bandung merupakan kota yang
berdiri bangunan megah dan sedikit lahan yang memiliki ekosistem sawah di kota.
Harusnya pemerintah mendukung dan membantu menghidupkan lahan tersebut.
Agar petani bisa
bekerja dan menanam padi . Dengan begitu, produksi beras di kota bandung
mengalami peningkatan dan kualitasnya semakin baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber:
https://www.pertanianku.com/pedagang-keluhkan-het-sulit-diterapkan/
Sumber :
http://mongabaydotong.wpengine.com/wp-content/uploads/2015/04/sawah1-yang-dicemari-limbah-PT-Kahatex.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar